![]() |
Zubaidi, kuasa Hukum Rene, |
LOMBOK BARAT, - Persoalan lahan di Desa Sedau, Kecamatan Narmada masih tetap berlangsung panjang . Meski Rene, warga Desa Sedau yang mengajukan gugatan , merasa sudah memenangkan perkara hukum atas kepemilikan lahan seluas 60 are yang Diakui punya Pemerintah Desa (Pemdes) Sedau .
”Klien kami sudah menang tiga kali. Mulai dari Pengadilan Agama Giri Menang, Pengadilan Tinggi, hingga kasasi di Mahkamah Agung, semua memenangkan klien kami,” kata Zubaidi, pengacara Rene, (17/6).
Zubaidi menerangkan bahwa lahan yang dipersengketakan awalnya milik Amaq Mur , lalu diwariskan ke Rene. Proses hukum peradilan ini sudah berjalan sejak awal tahun 2024 antara Rene dan beberapa anggota keluarganya .
Pemerintah Desa Sedau ikut menjadi pihak tergugat karena di atas lahan seluas 2,7 hektar itu, ada 60 are lahan yang mereka klaim sebagai milik Pemdes Sedau .
Meski proses hukum telah memenangkan kliennya, Pemdes Sedau tetap mempertahankan penguasaan lahan. Mereka meminta adanya perintah eksekusi dari pengadilan sebelum menyerahkan lahan tersebut.
”Pemerintah desa bahkan mengirimkan surat yang isinya meminta klien kami untuk tidak melakukan apa pun di lahan itu, termasuk memagari atau memanfaatkannya , sampai ada putusan inkrah dan eksekusi,” jelasnya .
Padahal, saya berharap pemerintah desa bisa lebih berlapang dada , apalagi lahan tersebut sudah dimenangkan secara hukum. ”Sayang sekali lahan itu jadi tidak bisa dimanfaatkan,” tambahnya .
Dalam waktu dekat, pihak pengacara Rene akan mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan. Namun , Zubaidi mengakui bahwa sampai sekarang memikirkannya memang belum mengajukannya.
”Memang kami belum melakukannya, tapi setidaknya kami jangan dihalangi untuk menguasai lahan itu. Kami berharap bisa menguasai lahan itu meski belum ada putusan eksekusi. Sayang kalau lahan itu tidak bisa dimanfaatkan, jadi kami minta pemerintah desa untuk legowo,” pintanya.
Di sisi lain, Kepala Desa Sedau, Amir Syarifudin, menjelaskan bahwa sengketa tanah ini terjadi antara Rene dan keluarganya terkait pembagian warisan. Pemdes Sedau ikut menjadi pihak tergugat karena ada lahan seluas 60 are milik desa yang juga ikut digugat. ”Tanah ini sudah dua kali dijual dan sebagian sudah dijual ke pemerintah desa,” ujar Kades.
Kades Sedau mengakui bahwa di Pengadilan tingkat pertama, pihaknya memang kalah dalam perkara ini. Namun, dalam amar putusannya, ada pertimbangan majelis hakim yang menimbang bahwa gugatan ini terkait dengan Lalu Usman, warga asal Lombok Utara, yang tidak ada hubungannya.
Padahal, perkara yang diputuskan berada di Desa Sedau.
”Karena itu, kami mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Namun, pihak Pengadilan Agama Giri Menang mengubah pertimbangannya saat dimasukkan ke dalam sistem e-court. Akibatnya, memori banding kami ditolak karena dianggap tidak sesuai,” ungkapnya.
Kemudian, saat kasasi, Mahkamah Agung juga menyebutkan bahwa batas waktu yang ditentukan sudah lewat saat pihak Desa Sedau mengajukan kasasi. Akibatnya, kasasi mereka tidak diterima atau ditolak. Dengan situasi saat ini, pihak pemdes mengaku masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atau melakukan gugatan ulang. Sehingga, mereka menilai bahwa proses hukum sampai saat ini belum inkrah atau belum selesai.
”Sudah kami sampaikan secara lisan. Selama proses hukum berlangsung, sebaiknya lahan itu jangan diapa-apakan. Sebelum ada putusan eksekusi pengadilan, jangan dipagari. Tapi, kenyataannya malah sudah digarap atau dibajak,” bebernya.
Hal inilah yang dikhawatirkan oleh pemerintah Desa Sedau, nantinya akan memancing reaksi massal. Apalagi , para tokoh masyarakat dan tokoh agama selama ini mengetahui bahwa lahan tersebut adalah milik desa karena sudah dimanfaatkan sekitar 30 tahun .
“Sesuai surat yang sudah kami kirimkan , alangkah baiknya jika kami menantikan keputusan pengadilan terkait eksekusi, demi menjaga ketenangan desa. Jika nanti sudah ada perintah eksekusi dari pengadilan, tentu saja kami akan patuh pada hukum yang berlaku ,” tegasnya . (gl 02)
Komentar0