Anggota Koperasi JBO saat melaksanakan diskusi terbuka bersama penasehat hukum JBO dan dirlogis yang juga sebagai pembina dari JBO |
MATARAM , - Banyaknya Peristiwa pemerasan yang diduga dilakukan oknum polisi nakal yang terjadi belakangan ini, menciptakan ketakutan di kalangan pelaku usaha Jual Beli Online yang Ada di Lombok ini.
Sehingga, pihak Koperasi Jual Beli Online (JBO) menggelar diskusi terbuka guna membahas sekaligus mendengar, kesaksian serta keluhan sejumlah pelaku usaha yang menjadi korban pemerasan oknum polisi nakal.
Kegiatan ini berlangsung di Cafe Sayung, Cakranegara, Kota Mataram, Sabtu (19/02/2022). Turut hadir, Pengacara Kondang sekaligus Penasehat Hukum Koperasi JBO, Eka Dana, Ketua JBO, Mahnun, beserta seluruh anggota koperasi, Pemimpin Redaksi (Pemred) media Post Kota NTB, Aminuddin dan Direktur Logis NTB, Fihiruddin.
Ketua Koperasi JBO, Mahnun, mengeluhkan, anggotanya kerap mengalami persoalan yang berhubungan dengan pihak kepolisian. Tak sedikit anggota koperasi ini mengeluarkan uang dingin dengan nilai hingga puluhan juta rupiah.
Sehingga, para pelaku usaha konter handphone baru dan second bergabung di dalam wadah koperasi, dengan harapan kedepannya usaha konter terjaga dan aktivitas usaha jual beli handphone aman.
“Masalah ini cukup membuat para anggota kami jadi shock dan trauma ketika mengingat bagaimana Oknum polisi menjemput, memeriksa yang terkadang dengan kalimat-kalimat yang kasar,” keluh Mahnun.
Senada disampaikan Liska anggota Koperasi JBO yang sekaligus, istri dari korban pemerasan oknum Polisi nakal. Dikatakan Liska, Tanggal 16 September 2020, tepatnya malam hari, suaminya Liska dijemput oknum polisi.
Padahal, sebelumnya, sang suami tidak pernah mendapatkan surat panggilan atau pemberitahuan dari pihak kepolisian untuk keluarga. “Suami saya dijemput, karena dituduh penadah,” kata Liska.
Memasuki jam 12 malam, handphone pribadi yang dibeli sang suami serta menjadi tuduhan oknum polisi nakal, akhirnya disita. Ia sempat menghubungi teman dan kerabat yang berprofesi sebagai polisi untuk membantu suami mendapatkan keadilan.
Namun ternyata, bantuan yang diharapkan mentok di meja negosiasi. Awalnya, oknum polisi itu meminta uang tebusan sebesar Rp. 20 juta. Tapi Liska hanya mampu memenuhi permintaan oknum tersebut dengan nilai Rp. 10 juta.
“Itupun uang hasil saya meminjam kesana kemari,” bebernya.
Tak hanya Liska. Anggota Koperasi JBO lainnya juga mengalami peristiwa yang sama. Bahkan, seringkali oknum kepolisian melemparkan teror dengan Pasal 480 KUHP lengkap dengan ancaman pidananya.
“Saat diperiksa tidak banyak yang ditanyakan, hanya ditahan dan menginap selama 3 hari di salah satu kantor kepolisian, wilayah hukum Lombok Tengah. saya diminta menyiapkan dana sebesar 15 juta agar masalahnya bisa selesai dan cepat bisa pulang,” bebernya salah satu korban inisial D, yang juga memiliki usaha Gerai Hp di Lombok Tengah.
Ia mengaku tidak mengetahui asal muasal hp yang dijadikan barang bukti oleh oknum polisi tersebut. Usai membeli dengan harga miring, ia kembali menjualnya dengan mengharapkan untung yang sedikit.
“Karena keluarga, akhirnya saya hanya sanggup memberi oknum polisi tersebut 2 Juta. Maka dengan cara itu tanpa mau dibuat tanda terima oleh oknum polisi ini, masalah saya dianggap tuntas dan saya diperbolehkan pulang,” sambungnya.
Pelaku usaha konter hp second lainnya juga mengalami hal yang sama dan mengeluarkan uang dingin hingga puluhan juta rupiah. Berkaitan dengan persoalan tersebut, Penasehat Hukum Koperasi JBO, Ekadana, menegaskan, perlakuan oknum polisi ini tidak benar.
“Bagaimana mungkin barang tersebut (Hp,) dianggap barang curian, sedangkan si pencuri belum ditangkap dan si pembeli atau pemegang terakhir hp dituduh penadah. Ada yang tidak beres,” ujarnya.
Pengacara Kondang sekaligus Penasehat Hukum Koperasi JBO, Eka Dana |
Pengacara senior ini menyinggung terkait sistem pemeriksaan yang dilakukan para oknum polisi. Ia menilai, proses pemeriksaan yang dilaksanakan, hanya sebagai modus dan berakhir dengan istilah ‘akan kami bantu’. Padahal ujungnya, oknum tersebut meminta uang tebusan yang besar.
“Bagaimana hukum bisa ditegakan, jika oknum polisi malah yang menjadi kakek dari pencurian. Kalau penindak kejahatan malah melakukan kejahatan, itu sama saja menampar wajah Kapoldanya,” tegas Ekadana.
“Para pelaku usaha berharap bisa mencari nafkah melalui usahanya dan berharap APH dapat menjadi pengayom dan pelindung masyarakat, malah menjadi penjahat yang meresahkan,” singgungnya.
Dalam kesempatan tersebut Ekadana mengajak pelaku usaha konter lainnya yang belum terdaftar sebagai anggota Koperasi JBO agar segera merapatkan diri. Selain itu, ia berharap agar Kapolda NTB mengatasi dan segera menindak tegas oknum polisi nakal.
“Mudah-mudahan dengan adanya pertemuan ini, semoga kapolda baru lebih maksimal menertibkan dan mendisiplinkan anggotanya yang nakal. Jangan sampai kantor polisi menjadi sarang teror. Supaya nama beliau bersih,” harapnya.
Senada disampaikan Direktur Logis NTB, Fihiruddin. Ia berpesan, peristiwa pemerasan yang terjadi, jangan sampai menyurutkan semangat usaha para pemilik konter handphone second. “Saya ini juga penikmat second, sejak kuliah dulu,” ujarnya.
Fihiruddin meminta agar ke depan, Koperasi JBO menyusun konsep aturan dan mekanisme jual beli hp second, bersama APH dalam hal ini pihak Polda NTB dan Kejaksaan Tinggi NTB. Hal tersebut dapat menutup celah pemerasan oknum polisi nakal.
“Kita minta senior Ekadana untuk membuat tembok baja agar terhindar dari modus pasal 480 ini. Masa untung cuma Rp. 50 ribu kok diperas sampai puluhan juta. Ini oknum polisinya gablek,” cetusnya.
Pihaknya juga berkomitmen akan berada di garda terdepan, jika ada oknum polisi yang kembali berulah. Dengan catatan, kata Fihiruddin, seluruh anggota koperasi JBO harus kompak dan bersatu. “Dan pertemuan ini harus intens berkumpul dan berdiskusi terkait perkembangan di lapangan,” tandasnya.(gl 02)
Komentar0